NAPAK TILAS KEYAKINAN
Pengertian agama
bila ditarik dari 2 (dua) bahasa yaitu Yunani dan Sansekerta akan berati “a: tidak” dan “gama: berantakan” jadi agama
sesuatu yang tersusun secara baik. Dalam Kamus
Bahasa Sunda R.A. Dana Dibrata disebutkan bahwa pengertian Agama berasal
dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah ajaran untuk meyakini akan
keberadaan Al-Ilah (Yang Maha Tunggal).
Agama Pribumi
atau keyakinan agama pribumi seringkali dipandang sebelah mata ketimbang
keyakinan yang muncul dari luar dan konon keyakinan pribumi (Sunda) ini sering disebut
bagian dari animisme atau dinamisme. Apakah benar keyakinan tersebut adalah
bagian dari animisme atau dinamisme?..
Berikut salahsatu keyakinan agama
pribumi (Sunda) yang menggambarkan keyakinan tertinggi pada Yang Maha Tunggal :
Dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian pada bab II telah tertulis:
“Nihan sinangguh
dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki. hulun bakti di
pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado. wado bakti di mantri,
mantri bakti di nu nangganan. nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi
bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di Hyang. Ya ta sinangguh dasa prebake”
Terjemahan:
“Ini yang disebut dasa prebakti. Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk
kepada suami; hamba tunduk kepada majikan11 siswa tunduk kepada
guru; petani tunduk kepada wado; wado12 tunduk kepada mantri, mantri
tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi
tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada Hyang. Ya itulah yang disebut dasa prebake”
Dikalangan pribumi
Yang Maha Tunggal disebut Hyang. Hyang (dikenal dalam bahasa Melayu, Kawi, Jawa, Sunda, dan Bali) adalah suatu keberadaan spiritual tak kasat mata yang
memiliki kekuatan supranatural. Keberadaan spritual ini
dapat bersifat ilahiah. Dalam keyakina Sunda
terdapat istilah Hyang Tunggal
artinya aadalah Zat kasat mata Yang Maha Tunggal, sama halnya dengan “Ilah” dalam
bahasa Arab jika dima’rifatkan dengan “alif lam” menjadi al-Ilah dalam
dialek/lafal Arab menjadi “Allah”. Pengenalan nama Allah dapat diketahui
semenjak nabi Muhammad menjadi utusan Ilah untuk meniadakan semua Ilah kecuali
ilah yang dibawa oleh nabi Muhammad melalui kekhususan bahasa “alif lam” pada
kata ilah tersebut, sebagaimana terdapat dalam salah satu ayat dalam surah
al-Iklas “Qulhu Allohu ahad” (katakanlah
Al-Ilah/Allah itu adalah tunggal).
Keyakinan yang
ada di kalangan pribumi Sunda berdasarkan data di atas dan dari arti agama tersebut
sudah sangat bisa dilihat bahwa agama pribumi (Sunda) adalah sebuah keyakinan
yang meyakini akan adanya keberadaan Yang Maha Tunggal (al-Ilah). Silahkan bandingkan dengan anisme dan
dinamisme. Animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah
kepercayaan kepada makhluk halus
dan roh. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap
benda di Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon
atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat
tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu untuk semangat dan terhindar
dari roh jahat, jadi animisme adalah kepercayaan dimana sandaran tertingginya
disandarkan pada keyakinan banyak roh, sedangkan Dinamisme
adalah pemujaan terhadap roh (sesuatu yang tidak tampak mata). dipercaya bahwa
roh nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu,
seperti pohon-pohon besar. Arwah nenek moyang itu sering dimintai tolong untuk suatu
urusan. Caranya adalah dengan memasukkan arwah-arwah mereka ke dalam
benda-benda pusaka seperti batu hitam atau batu merah delima. Ada juga yang
menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang mempercayai terhadap
kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda, jadi dinamisme tidak jauh
berbeda dengan animisme dalam keyakinan tertigginya yaitu roh-roh tersebut bisa
dijadikan sesembahan (Ilah) hanya saja perbedaannya adalah animisme memandang
setiap benda mempunyai roh, sedangkan dinamisme roh dari yang hidup stelah
meninggal bisa dipanggil/menetap dengan sendirinya.
Dalam agama
pribumi (Sunda) sulit untuk dikatakan bahwa keyakinan di Sunda tidak meyakini
akan keberadaan Yang Maha Tunggal bahkan sebaliknya di Sunda sangat meyakini
akan keberadaan yang maha tunggal yang disebut Sahyang Tunggal. Keyakinan akan penyerahan urusan kepada yang maha
tunggal pada setiap manusia bisa melalui dua hal yaitu bisa melalui kontemplasi
secara individu dan bisa melalui warta dari seorang utusan (dalam bahasa Arab
disebut Rasul/Nabi) memalui malaikat/Dewa atau langsung dari Yang Maha Tunggal sebagaimana
terjadi dalam kisah nabi Ibrahim dan nabi Musa.
Malaikat atau Dewa
Dalam keyakinan awal
Sunda tidak pernah dikenal adanya kata Dewa atau Malaikat, karena dewa berasal
dari keyakinan Hindu sedang malaikat adalah nama yang diperkenalkan al-Qur’an. Hal
ini mengindikasikan bahwa keyakinan Sunda terhadap Yang Maha Tunggal jauh lebih
awal ketimbang Hindu dan Islam, namun pada perkembangan berikutnya kata
dewa/dewata dan malaikat mulai masuk seiring perkenalan nama-nama tersebut yang
berkembang pesat saat itu sebagaimana terdapat dalam naskah siksa kandang
karesian di atas, namun dari segi fungsinya dapat dilihat bahwa dewata bukanlah
kekuasaan tertinggi, sebab dewata tunduk kepada Hyang. Belum ditemukan di Sunda
istilah lain untuk nama-nama tersebut kecuali Cahya/cahaya, sama halnya dengan arti
Dewa dan Malaikat dari segi bahasa bahwa Malaikat diciptakan
dari Sinar/Cahaya, sedangkan Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “Div”
yang artinya cahaya atau Sinar.
Namun demikian
sebuah keyakinan akan Yang Maha Tunggal tidak hanya pada satu sisi keyakinan
saja akan tetapi sanggup mengejawantahkan aturan/perintahnya sebagai tata
aturan untuk mengatur kelangsungan hidup manusia agar tertib dan terciptanya
keseimbangan. Namun belumlah dapat diketahui bagaimana aturan Yang Maha Tunggal
itu ada selain pada berita al-Quran mengenai Torah, Zabur taurat Injil dan
Al-Quran sendiri. Bagaimana pola nabi adam, Idris Nuh dan
nabi-nabi yang banyak itu dalam beribadah? Bagaimana shalatnya?.. maka
pertanyaan bagaimana pola dan shalat keyakinan Sunda sama halnya dengan
sulitnya menjawab pertanyan-pertanyaan di atas. Yang nampak pada kenyataan dari
warta masa lalu hingga sekarang sebagaimana kita ketahui, bahwa Kristen melakukan
ibadah shalatnya melalui bentuk puji-pujian di gereja, umat Yahudi melalui kebaktian
di tembok ratapan, umat Hindu dengan qurban dan kebaktian, umat Budha dengan
kebaktian-kebaktian. Sementara untuk nabi Ibrahim saja kita tidak mengetahui
bagaimana pola ibdahya apalagi nabi Adam, apakah shalatnya seperti nabi Muhamad
atau hanya berupa kebaktian di tempat-tempat tertentu?..
Hal yang menarik adalah warta
dari al-Quran pada surah Ali-Imran ayat 96 yang menyebutkan bahwa :
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangununtuk manusia adalah
baitulllah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua
manusia”
Jika Bakah yang
dimaksud dalam suarh Ali-Imran tersebut adalah Mekah yang dibangun oleh nabi
Ibrahim, lantas dimana lokasi dan bagaimana tatacara peribadahan sebelum nabi
Ibrahim?..,
Ayat tersebut
mengindikasikan bahwa peribadahan tempo dulu merujuk pada kebaktian disuatu
tempat tertentu, maka seringkali kita menemukan peribadahan agama pribumi
dilaksanakan di suatu tempat yang tertentu dengan tatacara tertentu pula, dimana
petunjuknya bisa langsung dari Yang Maha Tunggal atau melalui manusia pilihan melalui
jalur Malaikat atau langsung.
Sebagai bahan
perbandingan kita cermati kemunculan agama-agama yang ada di dunia yang
mencerminkan warta adanyanya penyerahan diri pada Yang Maha Tunggal atara lain:
1.
Agama Hindu lahir kira-kira tahun 3102 SM
2.
Agama Yahudi lahir kira-kira tahun 1450 SM
3.
Agama Budha lahir kira-kira tahun 600 SM
4.
Agama Kristen lahir kira-kira tahun 4-8 SM
5.
Agama Islam lahir kira-kira tahun 622 M
Dari kurun
waktu tersebut tidak bisa dipungkiri ada yang senantiasa teguh pada
keyakinannya dan adapula yang bisa tergelincir keluar dari jalur keyakinannya
hal akibat dari adanya nafs dalam
diri manusia atau karena masukan dari musuh manusia yaitu mahluk yang menolak
keberadaan nabi Adam sebagai khalifah dibumi ini.
Jikalau
memang keyakinan pribumi (Sunda) terhadap Yang Maha Tunggal ini sudah ada
jauh-jauh sebelumnya, maka sejak kapan kepercayaan dan keyakinan akan Yang Maha
Tunggal ini serta merta tetap hidup dalam agama pribumi (Sunda) sampai
sekarang, cukup sulit diperkirakan kapan-kapannya, dan apakan keyakinan itu
muncul karena pengaruh agama-agama yang ada di dunia, atau bila saja teori
Atlantis Prof. Santos itu benar tentu saja keyakinan terhadap keberadaan Yang
Maha Tunggal ini jauh lebih awal ketimbang perkembangan agama-agama yang ada di
dunia yang patut kita jaga dan kita benahi untuk kesempurnaannya seiring
perkembangan wahyu Sanghyang Tunggal kepada utusannya dari jaman ke jaman dalam
kerangka untuk “Agama Keselamatan”.