Bewara Kiwari

Kamis, 03 Mei 2012

Napak Tilas Keyakinan Agama Pribumi (Sunda)


                                                      NAPAK TILAS KEYAKINAN
AGAMA PRIBUMI (SUNDA)

Pengertian agama bila ditarik dari 2 (dua) bahasa yaitu Yunani dan Sansekerta akan berati “a: tidak” dan “gama: berantakan” jadi agama sesuatu yang tersusun secara baik. Dalam Kamus Bahasa Sunda R.A. Dana Dibrata disebutkan bahwa pengertian Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya adalah ajaran untuk meyakini akan keberadaan Al-Ilah (Yang Maha Tunggal).
Agama Pribumi atau keyakinan agama pribumi seringkali dipandang sebelah mata ketimbang keyakinan yang muncul dari luar dan konon keyakinan pribumi (Sunda) ini sering disebut bagian dari animisme atau dinamisme. Apakah benar keyakinan tersebut adalah bagian dari animisme atau dinamisme?..
Berikut salahsatu keyakinan agama pribumi (Sunda) yang menggambarkan keyakinan tertinggi pada Yang Maha Tunggal :
Dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian pada bab II telah tertulis:
Nihan sinangguh dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki. hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado. wado bakti di mantri, mantri bakti di nu nangganan. nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di Hyang. Ya ta sinangguh dasa prebake
Terjemahan:
Ini yang disebut dasa prebakti. Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan11 siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado; wado12 tunduk kepada mantri, mantri tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada Hyang. Ya itulah yang disebut dasa prebake
Dikalangan pribumi Yang Maha Tunggal disebut Hyang. Hyang (dikenal dalam bahasa Melayu, Kawi, Jawa, Sunda, dan Bali) adalah suatu keberadaan spiritual tak kasat mata yang memiliki kekuatan supranatural. Keberadaan spritual ini dapat bersifat ilahiah. Dalam keyakina Sunda terdapat istilah Hyang Tunggal artinya aadalah Zat kasat mata Yang Maha Tunggal, sama halnya dengan “Ilah” dalam bahasa Arab jika dima’rifatkan dengan “alif lam” menjadi al-Ilah dalam dialek/lafal Arab menjadi “Allah”. Pengenalan nama Allah dapat diketahui semenjak nabi Muhammad menjadi utusan Ilah untuk meniadakan semua Ilah kecuali ilah yang dibawa oleh nabi Muhammad melalui kekhususan bahasa “alif lam” pada kata ilah tersebut, sebagaimana terdapat dalam salah satu ayat dalam surah al-Iklas “Qulhu Allohu ahad” (katakanlah Al-Ilah/Allah itu adalah tunggal).
Keyakinan yang ada di kalangan pribumi Sunda berdasarkan data di atas dan dari arti agama tersebut sudah sangat bisa dilihat bahwa agama pribumi (Sunda) adalah sebuah keyakinan yang meyakini akan adanya keberadaan Yang Maha Tunggal (al-Ilah).  Silahkan bandingkan dengan anisme dan dinamisme.  Animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu untuk semangat dan terhindar dari roh jahat, jadi animisme adalah kepercayaan dimana sandaran tertingginya disandarkan pada keyakinan banyak roh, sedangkan  Dinamisme adalah pemujaan terhadap roh (sesuatu yang tidak tampak mata). dipercaya bahwa roh nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu, seperti pohon-pohon besar. Arwah nenek moyang itu sering dimintai tolong untuk suatu urusan. Caranya adalah dengan memasukkan arwah-arwah mereka ke dalam benda-benda pusaka seperti batu hitam atau batu merah delima. Ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang mempercayai terhadap kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda, jadi dinamisme tidak jauh berbeda dengan animisme dalam keyakinan tertigginya yaitu roh-roh tersebut bisa dijadikan sesembahan (Ilah) hanya saja perbedaannya adalah animisme memandang setiap benda mempunyai roh, sedangkan dinamisme roh dari yang hidup stelah meninggal bisa dipanggil/menetap dengan sendirinya.
Dalam agama pribumi (Sunda) sulit untuk dikatakan bahwa keyakinan di Sunda tidak meyakini akan keberadaan Yang Maha Tunggal bahkan sebaliknya di Sunda sangat meyakini akan keberadaan yang maha tunggal yang disebut Sahyang Tunggal. Keyakinan akan penyerahan urusan kepada yang maha tunggal pada setiap manusia bisa melalui dua hal yaitu bisa melalui kontemplasi secara individu dan bisa melalui warta dari seorang utusan (dalam bahasa Arab disebut Rasul/Nabi) memalui malaikat/Dewa atau langsung dari Yang Maha Tunggal sebagaimana terjadi dalam kisah nabi Ibrahim dan nabi Musa.
Malaikat atau Dewa
Dalam keyakinan awal Sunda tidak pernah dikenal adanya kata Dewa atau Malaikat, karena dewa berasal dari keyakinan Hindu sedang malaikat adalah nama yang diperkenalkan al-Qur’an. Hal ini mengindikasikan bahwa keyakinan Sunda terhadap Yang Maha Tunggal jauh lebih awal ketimbang Hindu dan Islam, namun pada perkembangan berikutnya kata dewa/dewata dan malaikat mulai masuk seiring perkenalan nama-nama tersebut yang berkembang pesat saat itu sebagaimana terdapat dalam naskah siksa kandang karesian di atas, namun dari segi fungsinya dapat dilihat bahwa dewata bukanlah kekuasaan tertinggi, sebab dewata tunduk kepada Hyang. Belum ditemukan di Sunda istilah lain untuk nama-nama tersebut kecuali Cahya/cahaya, sama halnya dengan arti Dewa dan Malaikat dari segi bahasa bahwa Malaikat diciptakan dari Sinar/Cahaya, sedangkan Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “Div” yang artinya cahaya atau Sinar.
Namun demikian sebuah keyakinan akan Yang Maha Tunggal tidak hanya pada satu sisi keyakinan saja akan tetapi sanggup mengejawantahkan aturan/perintahnya sebagai tata aturan untuk mengatur kelangsungan hidup manusia agar tertib dan terciptanya keseimbangan. Namun belumlah dapat diketahui bagaimana aturan Yang Maha Tunggal itu ada selain pada berita al-Quran mengenai Torah, Zabur taurat Injil dan Al-Quran sendiri.   Bagaimana pola nabi adam, Idris Nuh dan nabi-nabi yang banyak itu dalam beribadah? Bagaimana shalatnya?.. maka pertanyaan bagaimana pola dan shalat keyakinan Sunda sama halnya dengan sulitnya menjawab pertanyan-pertanyaan di atas. Yang nampak pada kenyataan dari warta masa lalu hingga sekarang sebagaimana kita ketahui, bahwa Kristen melakukan ibadah shalatnya melalui bentuk puji-pujian di gereja, umat Yahudi melalui kebaktian di tembok ratapan, umat Hindu dengan qurban dan kebaktian, umat Budha dengan kebaktian-kebaktian. Sementara untuk nabi Ibrahim saja kita tidak mengetahui bagaimana pola ibdahya apalagi nabi Adam, apakah shalatnya seperti nabi Muhamad atau hanya berupa kebaktian di tempat-tempat tertentu?..
Hal yang menarik adalah warta dari al-Quran pada surah Ali-Imran ayat 96 yang menyebutkan bahwa :
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangununtuk manusia adalah baitulllah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia
Jika Bakah yang dimaksud dalam suarh Ali-Imran tersebut adalah Mekah yang dibangun oleh nabi Ibrahim, lantas dimana lokasi dan bagaimana tatacara peribadahan sebelum nabi Ibrahim?..,
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa peribadahan tempo dulu merujuk pada kebaktian disuatu tempat tertentu, maka seringkali kita menemukan peribadahan agama pribumi dilaksanakan di suatu tempat yang tertentu dengan tatacara tertentu pula, dimana petunjuknya bisa langsung dari Yang Maha Tunggal atau melalui manusia pilihan melalui jalur Malaikat atau langsung.
Sebagai bahan perbandingan kita cermati kemunculan agama-agama yang ada di dunia yang mencerminkan warta adanyanya penyerahan diri pada Yang Maha Tunggal atara lain:
1.       Agama Hindu lahir kira-kira tahun 3102 SM
2.       Agama Yahudi lahir kira-kira tahun 1450 SM
3.       Agama Budha lahir kira-kira tahun 600 SM
4.       Agama Kristen lahir kira-kira tahun 4-8 SM
5.       Agama Islam lahir kira-kira tahun 622 M
Dari kurun waktu tersebut tidak bisa dipungkiri ada yang senantiasa teguh pada keyakinannya dan adapula yang bisa tergelincir keluar dari jalur keyakinannya hal akibat dari adanya nafs dalam diri manusia atau karena masukan dari musuh manusia yaitu mahluk yang menolak keberadaan nabi Adam sebagai khalifah dibumi ini.
Jikalau memang keyakinan pribumi (Sunda) terhadap Yang Maha Tunggal ini sudah ada jauh-jauh sebelumnya, maka sejak kapan kepercayaan dan keyakinan akan Yang Maha Tunggal ini serta merta tetap hidup dalam agama pribumi (Sunda) sampai sekarang, cukup sulit diperkirakan kapan-kapannya, dan apakan keyakinan itu muncul karena pengaruh agama-agama yang ada di dunia, atau bila saja teori Atlantis Prof. Santos itu benar tentu saja keyakinan terhadap keberadaan Yang Maha Tunggal ini jauh lebih awal ketimbang perkembangan agama-agama yang ada di dunia yang patut kita jaga dan kita benahi untuk kesempurnaannya seiring perkembangan wahyu Sanghyang Tunggal kepada utusannya dari jaman ke jaman dalam kerangka  untuk “Agama Keselamatan”.